2. ILMU SOSIAL BUDAYA: MANUSIA DAN CINTA KASIH DALAM ISLAM
Masyarakat
Islam memiliki ciri khas dalam Fikrah (pemikiran) dan pemahamannya, maka mereka
juga memiliki ciri khas dalam masalah perasaan dan kasih sayang.
Masyarakat
lslam memiliki keistimewaan dalam hidupnya, yaitu selalu diliputi oleh
persaudaraan yang kuat dan perasaan cinta yang dalam di antara sesama mereka
seluruhnya. Meskipun tempat tinggal mereka berjauhan, tanah air mereka
berpencaran, jenis dan warna kulit mereka bermacam-macam, serta posisi dan
status sosial mereka berbeda-beda.
Oleh
karena itu masyarakat yang orang-orangnya hidup secara sendiri-sendiri, tidak
mau membantu atau merasakan sakit orang lain dan tidak ikut merasakan kesusahan
mereka serta tidak bergembira dengan kegembiraan mereka maka bukanlah
masyarakat Islam.
A. Pengertian Cinta Kasih
A. Pengertian Cinta Kasih
Menurut
kamus bahasa Indonesia, cinta adalah rasa sangat suka (kepada) atau (rasa)
sayang (kepada), ataupun (rasa) sangat kasih atau sangat tertarik hatinya.
Sedangkan kata kasih artinya perasaan sayang atau cinta kepada atau menaruh
belas kasihan. Dengan demikian arti cinta dan kasih hampir bersamaan, sehingga
kata kasih memperkuat kata cinta. Karena itu cinta kasih diartikan sebagai
perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang disertai dengan belas kasihan.
Cinta
memegan peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab cinta merupakan
landasan dalam kehidupan perkawinan, pembentukan keluarga dan pemeliharaan
anak, hubungan yang erat dimasyarakat dan hubungan manusiawi yang akrab.
Demikian pula cinta adalah pengikat yang kokoh antara manusia dan Tuhannya
sehingga manusia menyembah Tuhan dengan ikhlas, dan berpegang teguh pada syariat-Nya.
B. Cinta Dalam Pandangan Islam
B. Cinta Dalam Pandangan Islam
Cinta
adalah perasaan jiwa dan gejolak hati yang mendorong seseorang untuk mencintai
kekasihnya dengan lembut dan kasih sayang. Cinta adalah fitrah manusia yang
murni, yang tak dapat terpisahkan dalam kehidupannya. Ia selalu dibutuhkan.
Jika seseorang ingin menikmatinya dengan cara yang terhormat dan mulia, suci
dan penuh taqwa, tentu ia akan mempergunakan cinta itu untuk mencapai
keinginannya yang suci dan mulia pula.
Didalam
kitab suci Al-Qur’an ditemuai adanya fenomena cinta yang bersembunyi di dalam
jiwa manusia. Cinta memiliki tiga tingkatan-tingkatan : tinggi, menengah dan
rendah. Tingkatan cinta tersebut adalah berdasarkan firman Allah dalam surat
At-Taubah ayat 24 yang artinya sebagai berikut :
“Katakanlah : bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal nyang kamu sukai ; adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”.
“Katakanlah : bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal nyang kamu sukai ; adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”.
Cinta
tingkat tertinggi adalah cinta kepada Allah, Rasulullah dan berjihad di jalan
Allah. Cinta tingkat menengah adalah cinta kepada orang tua, anak, saudara,
istri/suami dan kerabat. Cinta tingkat terendah adalah cinta yang lebih
mengutamakan cinta keluarga, kerabat, harta dan tempat tinggal.
Bagi
setiap orang islam yang bertakwa, sudah menjadi kaharusan bahwa cinta kepada
Allah, pada Rasulullah, dan berjihad di jalan Allah, adalah merupakan cinta
yang tidak ada duanya. Hal ini merupakan konsekuensi iman dan merupakan
keharusan dalam Islam. Bahkan itu pendorong utama di dalam menunjang tinggi
agama.
Dalam
kehidupan manusia, cinta menampakkan diri dalam berbagai bentuk. Kadang-kadang
seseorang mencintai dirinya sendiri. Kadang-kadang mencintai orang lain. Atau
juga istri dan anaknya, hartanya, atau Allah dan Rasulnya. Berbagai bentuk
cinta ini bisa kita dapatkan dalam kitab suci Al-qur’an.
a. Cinta Diri
a. Cinta Diri
Cinta
diri erat kaitannya dengan dorongan menjaga diri. Manusia senang untuk tetap
hidup, mengembangkan potensi dirinya, dan mengaktualisasikan diri. Ia pun
mencintai segala sesuatu yang mendatngkan kebaikan pada dirinya. Sebaliknya ia
membenci segala sesuatu yang menghalanginya untuk hidup, berkembang dan
mengaktualisasikan diri. Ia juga membenci segala sesuatu yang mendatangkan rasa
sakit, penyakit dan mara bahaya.
b. Cinta Kepada Sesama Manusia
b. Cinta Kepada Sesama Manusia
Agar
manusia dapat hidup dengan penuh keserasian dan keharmonisan dengan manusia
lainnya, tidak boleh tidak ia harus membatasi cintanya pada diri sendiri dan
egoismenya. Al-qur’an juga menyeru kepada orang-orang yang beriman agar saling
cinta mencintai seperti cinta mereka pada diri mereka sendiri. Dalam seruan itu
sesungguhnya terkandung pengarahan kepada mukmin agar tidak berlebih-lebihan
dalam mencintai diri sendiri.
c. Cinta Kepada Allah
c. Cinta Kepada Allah
Puncak
cinta manusia yang paling bening, jernih dan spiritual ialah cintanya kepada Allah
dan kerinduannya kepada-Nya. Tidak hanya dengan shalat, pujian, dan doanya
saja, tetapi juga dalam semua tindakan dan tingkah lakunya. Semua tingkah laku
dan tindakannya ditujukan kepada Allah, mengharapkan penerimaan dan ridha-Nya.
Cinta
yang ikhlas seorang manusia kepada Allah akan membuat cinta itu menjadi
kekuatan pendorong yang mengarahkannya dalam kehidupannya dan menundukkan semua
bentuk kecintaan lainnya. Cinta ini pun juga akan membuatnya menjadi seorang
yang cinta pada sesama manusia, hewan, semua mahluk Allah dan seluruh alam
semesta.sebab dalam pandangannya semua wujud yang ada di sekelilingnya
mempunyai manifestasi dari Tuhannya yang membangkitkan kerinduan-kerinduan
spiritualnya dan harapan kalbunya.
d. Cinta Kepada Rasul
d. Cinta Kepada Rasul
Cinta
kepada Rasul yang diutus Allah sebagai rahma bagi seluruh alam semesta,
menduduki peringkat ke dua setelah cinta kepada Allah. Ini karena Rasul
merupakan ideal sempurna bagi manusia baik dalam tingkah laku, moral, maupun
berbagai sifat luhur lainnya.
Seorang mukmin yang benar-benar beriman dengan sepenuh hati akan mencintai Rasulullah yang menanggung derita dakwah Islam, berjuang dengan penuh segala kesulitan sehingga Islam tersebar di seluruh penjuru dunia, dan membawa kemanusiaan dari kekelaman kesesatan menuju cahaya petunjuk.
Seorang mukmin yang benar-benar beriman dengan sepenuh hati akan mencintai Rasulullah yang menanggung derita dakwah Islam, berjuang dengan penuh segala kesulitan sehingga Islam tersebar di seluruh penjuru dunia, dan membawa kemanusiaan dari kekelaman kesesatan menuju cahaya petunjuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar