Selasa, 02 Agustus 2016

Konservasi Arsitektur Kawasan Cagar Budaya Menteng

 Pengertian Kawasan Cagar Budaya
Kawasan Cagar Budaya adalah sebuah kawasan warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar bangunan, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaanya karena memiliki nilai penting bagi sjearah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, atau kebudayaan melalui proses penetapan. (UU No. 11 tahun 2010, pasal 1 ayat 1)
 
Sejarah Kawasan Cagar Budaya
Menteng merupakan kota taman tropis pertama di Indonesia yang terletak di Jakarta Pusat dan awalnya dirancang arsitek Belanda, yang merupakan perumahan villa pertama di kota Jakarta (dulu Batavia), yang dikembangkan antara tahun 1910 dan 1918.
Perancangnya adalah,
  •  P.A.J. Mooijen dan FJ Kubatz (1913)
  • Adolf Heuken dan Grace Pamungkas (2001)
Rancangan awalnya memiliki kemiripan dengan model kota taman dari Ebenezer Howard, seorang arsitektur pembaharu asal Inggris. Bedanya, Menteng tidak dimaksudkan berdiri sendiri namun terintegrasi dengan suburban lainnya. Rancangan Mooijen dimodifikasi oleh F.J. Kubatz dengan mengubah tata jalan dan penambahan taman-taman hingga mencapai bentuk yang tetap antara 1920an dan 1930an.
Kawasan Menteng dirancang dengan tata bangunan khusus dan untuk pertama kalinya. Karena perencanaannya yang khas, pada masa itu kawasan ini dijuluki sebagai sebuah kota taman dengan vila-vila Belanda di daerah tropis. Langgam bangunannya menganut gaya arsitektur “Indis” atau “Indo-Eropa."
Karakteristik arsitektur yang menyolok secara fisik dan sangat visual adalah bentuk atapnya dan ketinggian bangunan. Selain itu, karakteristik lainnya yang juga menyolok, yakni dari segi pandangan tampak bangunan, seperti teras dan teritis, tekstur, pewarnaan dinding, sampai dekorasi, dan detail bangunan.  Sebagai pelengkap dari lingkungan perumahan, di kawasan Menteng juga didirikan bangunan utilitas antara lain, Gedung NV de Bouwploeg (sekarang Mesjid Cut Mutia), Gedung Bataviasche Kunstkring (sekarang kantor Imigrasi), dan Gedung Nassaukerk (sekarang Gereja St Paulus dan Gereja Theresia).
Proyek Menteng dinamakan Nieuw Gondangdia dan menempati lahan seluas 73 ha. Pada tahun 1890 kawasan ini dimiliki oleh 3.562 pemilik tanah. Batas selatannya adalah Banjir Kanal Barat yang selesai dibangun 1919.
Menteng merupakan tempat domisili banyak pejabat tinggi negara serta kedutaan besar negara-negara sahabat. Jalan Thamrin, yang merupakan jantung kota Jakarta, terletak di bagian barat Kecamatan Menteng. Di Kecamatan Menteng terdapat beberapa stasiun kereta api seperti Stasiun Gondangdia, Stasiun Sudirman, dan Stasiun Cikini. Batas wilayah Kecamatan Menteng :
Ø  Sebelah Utara                  : Kec. Gambir
Ø  Sebelah Selatan                : Kec. Setiabudi
Ø   Sebelah Timur                 : Kec. Matraman
Ø   Sebelah Barat                  : Kec. Tanah Abang
Kawasan ini merupakan perluasan kota di sebelah selatan dari wilayah pusat kota, yakni Weltervreden (Wilayah sekitar Gambir dan Pejambon sekarang). Oleh Pemerintah Kolonial Belanda, perumahan Menteng ditujukan bagi orang-orang Eropa dan orang pribumi dengan status sosial menengah ke atas. 
Sebagai kota taman, di kawasan ini banyak dijumpai taman-taman terbuka. Yang terbesar adalah Taman Suropati, yang terletak di antara Jalan Imam Bonjol dan Jalan Diponegoro. Kemudian terdapat Taman Lawang yang terletak di Jalan Sumenep, Situ Lembang di Jalan Lembang, serta Taman Cut Meutia di Jalan Cut Meutia. Di kawasan ini dulu pernah berdiri Stadion Menteng, yang kini telah beralih fungsi menjadi Taman Menteng. (sumber : id.wikipedia.com)
Kelurahan yang terdapat di Menteng 
1.      Menteng
2.    Pengangsaan
3.      Cikini
4.      Kebon Sirih
5.    Gondangdia
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiV_SmbI1I_QaxTsH_rDqBxPxq_4esLeplGTKM-hSvaX7yAYFsBhVIvD8kNEusSkJ5mRehHtbhjt7kMDw03-_YxOa24MbiJgdbtxeNdSQm3sC3oOCwG4r6yKNs9jJJ622VVT-x9dilV5Uje/s1600/kec+menteng.png
Gambar : Peta Kecamatan Menteng
Sumber : Google Earth
Kawasan Menteng telah ditetapkan sebagai kawasan cagar bangunan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor D.IV-6098/d/33/1975 Tahun 1975. Sebab, bangunan-bangunan tersebut merupakan tonggak sejarah perkembangan arsitektur bangunan di Indonesia yang tidak dapat dijumpai di kawasan lain. Karena itu, bangunan-bangunan bersejarah di kawasan Menteng harus dipertahankan dan dijadikan kawasan konservasi cagar budaya.
sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiV_SmbI1I_QaxTsH_rDqBxPxq_4esLeplGTKM-hSvaX7yAYFsBhVIvD8kNEusSkJ5mRehHtbhjt7kMDw03-_YxOa24MbiJgdbtxeNdSQm3sC3oOCwG4r6yKNs9jJJ622VVT-x9dilV5Uje/s1600/kec+menteng.png
sumber : http://noviaclarabianca.blogspot.com/
sumber : skgubernurjakarta 
sumber : UU No. 11 tahun 2010, pasal 1 ayat 1
 

TUGAS KONSERVASI ARSITEKTUR KAWASAN DI INDONESIA (konservasi arsitektur kawasan betawi)

SEJARAH DAN ASAL USUL KAWASAN KONSERVASI BUDAYA BETAWI CONDET
Condet, merupakan  kawasan perkampungan tua masyarakat Betawi. Tepat ditengahnya mengalir Sungai Ciliwung membelah wilayah ini menjadi dua bagian, satu diwilayah Jakarta Selatan dan yang lainnya di Jakarta Timur. Wilayah Condet membentang dari  sebelah barat berbatasan dengan Jl Buncit Raya hingga Jalan Raya Bogor disebelah timur dan dari  Kecamatan Pasar Rebo disebelah selatan hingga Wilayah Celilitan disebelah utaranya.  Untuk menuju masuk ke wilayah Condet bagian Timur sangat mudah dari bagian untara bisa melalui PGC Cililitan melalui Jalan Raya Condet  dan bila dari arah selatan bisa melalui PP plaza Jalan Raya Simatupang masuk melalui Jalan Raya Condet juga. Dan Wilayah Condet Bagian Selatan dapat dengan mudah masuk dari arah mana saja, pokoknya Condet Pejaten ada di Kecamatan Pasar Minggu. 
Apa Condet itu ?  berdasar cerita yang beredar dimasyarakat,  Kata Condet berasal dari nama seseorang yang memiliki kesaktian dan memiliki bekas luka diwajahnya (Codet), orang sakti tersebut seringkali muncul  didaerah Batu Ampar, Balekambang dan Pejaten.  Ada lagi sebagian Orang mengatakan bahwa orang yang memiliki Kesaktian tersebut adalah Pangeran Geger atau  Ki Tua, WaLLAHU a’lam, yang pasti Condet adalah sebuah perkampungan Betawi yang didalamnya tengah berlangsung Pembangunan seperti daerah-daerah lainnya di Jakarta. 
Ada beberapa peninggalan purbakala yang usianya diperkirakan barasal dari periode 1500 – 1000 SM, yang berhasil ditemukan berupa Kapak, Gurdi dan Pahat dari batu. Ini menandakan bahwa sejak periode itu diwilayah Condet sudah ada perkampungan. Cukup beralasan, karena banyak jejak sejarah suatu peradaban manusia  dimulai dari daerah yang dekat sumber air (Sungai Ciliwung, red).
Sebagai salah satu perkampungan tua ditanah Jakarta.  Wilayah Condet  memiliki keunikan  tersendiri, berbeda dengan kota-kota Tua lainnya di Jakarta, di Condet sampai diakhir 1980an kita sulit menemukan bangunan-bangunan tempo Doeloe. Pernah ada di ujung selatan jalan raya Condet terdapat bagunan tua peninggalan Balanda masyarakat menyebutnya Gedung Tinggi atau Gedung Kidekle, tepatnya di Jl. Simatupang (Sekarang) posisinya persis menghadap ke utara jalan raya Condet, Cuma bagunan tersebut sudah tidak ada lagi musnah terbakar dan tidak ada lagi upaya untuk merenopasinya, padahal bangunan tersebut sangat tinggi nilai sejarah bagi terbentuknya perkampungan Condet dan kampungnya orang Jakarta ini.  Keunikan wilayah Condet yang masih dapat ditemukan adalah Perkebunan Salak, yang tidak ada didaerah lainnya di tanah Jakarta.  Meskipun pohon-pohon tersebut hanya tinggal beberapa gelintir saja. cukuplah untuk dijadikan bukti kejayaan sejarah salak Condet dimasa lalu,
Sejak kapan di Condet ada perkebunan Salak ?  merupaka fenomena sejarah, kultural yang belum terungkap hingga saat ini, apakah tanaman ini tumbuh secara alami,  atau sudah ada yang mengupayakan sejak dulu seiring ditemukan-nya benda-benda purbakala itu.  Karena kondisi alamnya cocok buat pertumbuhan Pohon Salak, maka tanaman ini dapat dengan mudah berkembang biak hingga pada akhirnya mampu menutupi  tiap jengkal tanah Condet dengan rerimbunannya. Karena ketidakjelasan ini, maka di daerah Condet berkembang cerita-cerita rakyat yang menghubung-hubungkan riwayat tanaman ini dengan tokohnya hingga menjadi  Asset Budaya local yang turun-menurun dan patut pula menjadi bahan kajian selanjutnya.
 Namun seiring semakin pudarnya identitas Condet sebagai Pusat perkebunan Salak, semakin pudar pula cerita-cerita tersebut di masyarakat. Saat ini sedikit sekali masyarakat yang mengetahui nama para tokoh sejarah yang pernah berjasa ditanah Condet, seperti Pangeran Geger, Ki Tua Pangeran Purbaya, Pangeran Astawana, Tong Gendut. Dll
CAGAR BUDAYA
Pada tahun 1964, oleh pemerintah didaerah Condet pernah akan dibangun komplek Militer Cakrabirawa dan rencana pembangunan Universitas Bungkarano, tetapi rencana ini ditentang oleh masyarakat Condet dengan alasan untuk melindungi lingkungan alam, budaya, adat istiadat   yang begitu melekat dikalangan masyarakat Condet kala itu. 
Secara kebetulan pada tahun 1965 direpublik ini terjadi pemberontakan G30S/PKI sehingga kedua rencana Pemerintah pada waktu itu tidak dapat direalisasikan.  Dari beberapa sumber, Kultur daerah Condet sangat berbeda dengan daerah-daerah lain dijakarta sehingga masyarakat sangat selektif menerima segala macam interpensi budaya dan adat istiadat meskipun dari Pemerintah kala itu, ada kepercayaan pada sebagian masyarakat, bila ada yang berani melanggar kultur budaya masyarakat Condet, maka orang itu akan terkena musibah.
Untuk melindungi kultur budaya masyarakat tersebut Pada akhirnya Pemerintah menetapkan  kawasan Condet yang terdiri dari kelurahan Belekambang, Batu Ampar dan Kampung Tengah menjadi kawasan yang dilindungi (Cagar Budaya Buah-buahan) berdasarkan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (Letjen. TNI Marinir Ali Sadikin) tanggal 18 Desember 1975 Nomor D.I. 7903/a/30/1975 yang begitu fenomenal (Anonimuous, 1975). 
Untuk menjaga kelangsungan dan kehidupan perkampungan Condet serta sebagai pelaksanaan keputusan gubernur tentang cagar budaya buah-buahan, maka pada tanggal 20 Oktober 1976 Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta kembali menginstruksikan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) untuk menyusun rencana pola kebijaksanaan pemerintah DKI dan tata kerja proyek Cagar Budaya Condet dengan instruksi No.D.IV-99/d/11/76 (Anonimous, 1976).
Pada tahun yang sama Pemerintah kembali mengeluarkan instruksi nomor D.IV– 116/d/11/76 tentang pembatasan terhadap pengembangkan kawasan Condet (Anonimous, 1976).
Penetapan condet sebagai cagar budaya Buah-buahan menimbulkan daya tarik bagi kalangan menengah keatas untuk menanamkan investasi atau bermukim di condet, hal ini ditandai dengan bermuculannya rumah-rumah mewah di kawasan tersebut. Menurut data perubahan pungsi lahan dikawasan Condet selama periode itu sebesar 217.8 Ha atau dari 135.3 Ha (1976) menjadi 353.1 Ha (1986) dari data tersebut rata-rata pertahun di kawasan Condet terjadi perubahan fungsi lahan sebesar 3 9 Ha.
Untuk mengantisipasinya, maka pada tanggal 1 januari 1986 Gubernur kepala daerah khusus ibu kota Jakarta kembali mengeluarkan instruksi nomor 19 tahun 1986, sehubungan dengan itu, maka :
1.    Dilarang memberikan izin/legalisasi setiap mutasi (jual/beli) pemilikan tanah di kawasan Condet.
2.    Dilarang mengadakan perubahan tataguna tanah sesuai dengan peruntukan yang akan ditetapkan kemudian, termasuk menebang/ memusnahkan tanaman salak, duku dan melinjo.
3.    Dilarang memberikan izin dan atau membangun bangunan baru mulai dari pembangunan pondasi dan seterusnya di kawasan Condet.
Pernyataan ini berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 sampai selesainya penyusunan konsepsi pembangunan di wilayah Condet atau dikenal dengan istilah “status Kuo” yang sangat kontropersial terhadap Pembangunan di kawasan Condet.
\Kemudian pada tanggal 3 Agustus 1986 kembali pemerintah mengeluarkan instruksi pencabutan status quo pembangunan Condet dengan instruksi nomor 227 tahun 1986 yang pada intinya memberikan kelonggaran terhadap  Pembangunan di kawasan Condet, pada masa itu Gubernur KDKI adalah R. Suprapto (Anonomuos,1986)
Sejak saat itu, karena keterbatasan penulis, penelusuran terhadap dokumen berkenaan dengan kebijakan Pemerintah tentang arah tujuan pemberlakuan Cagar Budaya Condet terhambat.  Kemudian berita terakhir yang sempat beredar dimasyarakat Condet kira-kira pertengahan 2004, bahwa Cagar Budaya Condet dicabut dan dipindahkan ke Setu Babakan Jagakarsa Jakarta Selatan, saat itu sosialisasinya dilakukan di sana dan dihadiri oleh beberapa tokoh masyarakat Condet. 
Menurut hemat kami, dicabut atau tidaknya status Cagar Budaya Buah-buahan di Condet saat ini sama dengan pribahasa Habis manis sepah diBuang, setelah selama bertahun-tahun masyarakat Condet menghadapi ketidak jelasan arah kebijakan pembangunan dikawasan ini disaat segala asset Kultur Budaya, lingkungan alam Condet diambang kehancuran malah dicampakkan.  Hal ini berdampak buruk terhadap kredibilitas pemerintah dengan segala otoritas dan profesionalismenya.
Kemudian, bagi kami Tradisi masyarakat Condet yang begitu identik dengan perjalanan panjang sejarah terbentuknya Eko-Sistem yang meliputi seluruh komunitas yang ada adalah defacto, milik Kampung Condet dengan segala khasanah yang ada dan apa adanya, tidak dapat dipindahkan.  Apa lagi dengan isu-isu murahan yang menyesatkan, titik.
Alhamdulillah, pada tahun ini (2008) ada upaya konkrit oleh pemerintah, entah bagaimana proses didalamnya saat ini telah tersedia lahan kurang lebih 3 Ha dengan keanekaragaman hayatinya akan dijadikan situs untuk tanaman kebanggaan tanah Jakarta. Kami sangat berharap, dengan langkah ini akan menjadi titik terang kedepan dalam rangka perbaikan sejarah, kultur, budaya, lingkungan alam yang selama ini koyak dan ceraiberai oleh lemahnya daya dukung kebijakan, kepentingan sesaat,  dan ketidakpedulian yang telah begitu banyak menelan korban
Condet, yang saat ini berada dalam  proses pembangunan fisik wilayah, pertambahan penduduk, mengalirnya wisatawan dalam dan luar negeri, proses akulturasi global. Kebijakan-kebijakan Pemerintah yang diharapkan dapat melindungi asset Hayati dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat, namun pada kenyataanya justru menghantam dan merusak lingkungan alam, mencerai-beraikan pergaulan kehidupan masyarakat, menghanyutkan dan menenggelamkan nilai-nilai budaya dan tradisi yang bertahun-tahun dipertahankan, hingga pada akhirnya melenyapkan identitas masyarakat tradisional Condet yang kental dengan predikat sebagai Cagar Budaya Buah-buahan.
(Abdul Kodir, dari berbagai sumber)
Sumber : http://komunitasciliwungcondet.blogspot.com/p/sejarah-condet.html

Sabtu, 20 Februari 2016

Kritik Arsitektur Tentang (KRITIK TERHADAP BANGUNAN DENGAN KONSEP GREEN BUILDING DENGAN METODE TYPCAL)

A.  METODE KRITIK TYPCAL
Kritik Tipikal/Kritik Tipical (Typical Criticism) adalah sebuah metode kritik yang termasuk pada kritik Kritik Normatif (Normative Criticism). Kritik Tipikal yaitu metode kritik dengan membandingkan obyek yang dianalisis dengan bangunan sejenis lainnya, dalam hal ini bangunan publik.
Studi tipe bangunan saat ini telah menjadi pusat perhatian teoritikus dan sejarawan arsitektur karena desain menjadi lebih mudah dengan mendasakannya pada type yang telah standard, bukan pada innovative originals (keaslian inovasi).
Studi tipe bangunan lebih didasarkan pada kualitas, fungsi (utility) dan ekonomi lingkungan arsitektur yang telah terstandarisasi dan terangkum dalam satu typologi.
B.  GREEN BUILDING
Green building adalah ruang untuk hidup dan kerja yang sehat dan nyaman sekaligus merupakan bangunan yang hemat energi dari sudut perancangan, pembangunan, dan penggunaan yang dampak terhadap lingkungannya sangat minim.
green-building1
Masyarakat memahami green building yang dijelaskan dalam Bulan Mutu Nasional dan Hari Standar Dunia (2008), sebagai bangunan yang:
  1. Terintegrasi dengan alam
  2. Memperhatikan ekosistem lokal dengan perencanaan jangka panjang
  3. Produk dari tindakan manusia dengan mempertimbangkan kualitas lingkungan baik fisik maupun sosial
Green building dirancang secara keseluruhan untuk mengurangi dampak lingkungan pada kesehatan manusia yaitu dengan:
  1.  Efisien menggunakan energi, air, dan sumber daya lainnya
  2. Melindungi kesehatan karyawan dan meningkatkan produktivitas kerja
  3. Mengurangi limbah, polusi dan degradasi lingkungan
C. KONSEP GREEN BUILDING
Untuk mengurangi penggunaan energi operasi, penggunaan jendela yang se-efisiensi mungkin dan insulasi pada dinding, plafon atau tempat masuknya aliran udara ke dalam bangunan gedung. Strategi lain desain bangunan surya pasif, sering dilaksanakan di rumah-rumah rendah energi. Penempatan jendela yang efektif (pencahayaan) dapat memberikan cahaya lebih alami dan mengurangi kebutuhan penerangan listrik di siang hari. Adapun manfaat apabila kita menerapkan konsep GreenBuilding adalah :
  • Bangunan lebih awet dan tahan lama, dengan perawatan minimal
  • Efisiensi energi menyebabkan pengeluaran uang lebih efektif
  • Bangunan lebih nyaman untuk ditinggali
  • Mendapatkan kehidupan yang sehat
  • Ikut berperan serta dalam kepedulian terhadap lingkungan Efisiensi energy pada bangunan Green Building merupakan salah satu bentuk respon masyarakat dunia akan perubahan iklim.
Praktek Bangunan Hijau ini mempromosikan bahwa perbaikan perilaku (dan teknologi) terhadap bangunan tempat aktivitas hidupnya dapat menyumbang banyak untuk mengatasi pemanasan global. Bangunan/gedung adalah penghasil terbesar (lebih dari 30%) emisi global karbon dioksida, salah satu penyebab utama pemanasan global. Saat ini Amerika, Eropa, Kanada dan Jepang mengkontribusi sebagian besar emisi gas rumah kaca, namun situasi akan berubah secara dramatis di masa depan. Pertumbuhan penduduk di Cina, India, Asia Tenggara, Brazil dan Rusia menyebabkan emisi CO2 bertambah dengan cepat. Pembangunan di Indonesia meningkatkan kontribusi CO2 secara signifikan. Hal ini akan memperburuk kondisi lingkungan Indonesia pun kondisi lingkungan global. wacana GBC Indonesia menyelenggarakan kegiatan Sertifikasi Bangunan Hijau di Indonesia berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia yang disebut GREENSHIP GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA.
D. GEDUNG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
 berita20120606143959-1
Gedung Kementerian PU adalah bangunan yang menggunakan konsep Green Building di Indonesia. Gedung Kementerian PU terletak di Jl. Pattimura no. 20, Kebayoran Baru Jakarta. Penerapan aspek Green Building dari segi design bangunan lain :
1.        Bentuk dan Orientasi Bagunan
Gedung Menteri Kementerian Pekerjaan Umum memiliki bentuk massa bangunan yang tipis, baik secara vertikal maupun horizontal. Sisi tipis di puncak gedung didesain agar mampu menjadi shading bagi sisi bangunan dibawahnya sehingga dapat membuat bagian tersebut menjadi lebih sejuk. Pada desain gedung ini memiliki area opening yang lebih banyak di sisi timur. hal ini dikarenakan cahaya pada sore hari (matahari barat) lebih bersifat panas dan menyilaukan.
2.        Shading & Reflektor
Shading light shelf bermanfaat mengurangi panas yang masuk ke dalam gedung namun tetap memasukan cahaya dengan efisien. Dengan light shelf, cahaya yang masuk kedalam bangunan dipantulkan ke ceilin. Panjang shading pada sisi luar light shelf ditentukan sehingga sinar matahari tidak menyilaukan aktifitas manusia di dalamnya. Cahaya yang masuk dan dipantulkan ke ceiling tidak akan menyilaukan namun tetap mampu memberikan cahaya yang cukup.
3.        Sistem Penerangan
Sistem penerangan dalam bangunan menggunakan intelegent lighting system yang dikendalikan oleh main control panel sehingga nyala lampu dimatikan secara otomatis oleh motion sensor & lux sensor. Dengan begitu, penghematan energy dari penerangan ruang akan mudah dilakukan.
4.        Water Recycling System
Water Recycling System berfungsi untuk mengolah air kotor dan air bekas sehingga dapat digunakan kembali untuk keperluan flushing toilet ataupun sistem penyiraman tanaman. Dengan sistem ini, penggunaan air bersih dapat dihemat dan menjadi salah satu aspek penting untuk menunjang konsep green building.
SUMBER :
https://www.academia.edu/12268759/Kritik_arsitektur_-_analisis_bangunan_publik
http://e-journal.uajy.ac.id/3077/3/2TS12331.pdf
(www.indonesian.cri.cn, Januari 2009).
http://en.wikipedia.org/wiki/Green_building,
http://penataanruang.pu.go.id/
http://reselected.blogspot.co.id/2011/09/konsep-green-building-pada-proyek.html

Kritik Arsitektur Tentang (kritik terhadap building dengan metode deskriptif dan interpretatif)

KRITIK DESKRIPTIF
A. DEFINISI KRITIK DESKRIPTIF
Menurut Hidayat syah penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan untuk menemukan pengetahuan yang sekuas-luasnya terhadap objek penelitian pada suatu masa tertentu.  Sedangkan menurut Punaji Setyosari ia menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk  menjelaskan atau mendeskripsikan suatu keadaan, peristiwa, objek apakah orang, atau segala sesuatu yang terkait dengan variabel-variebel yang bisa dijelaskan baik dengan angka-angka maupun kata-kata.  Hal senada juga dikemukakan oleh Best bahwa penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.
Sukmadinata (2006:72) menjelaskan  Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya
Penelitian deskriptif menurut Etna Widodo dan Mukhtar (2000) kebanyakan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, melainkan lebih pada menggambarkan apa adanya suatu gejala, variabel, atau keadaan. Namun demikian, tidak berarti semua penelitian deskriptif tidak menggunakan hipotesis. Penggunaan hipotesis dalam penelitian deskriptif bukan dimaksudkan untuk diuji melainkan bagaimana berusaha menemukan sesuatu yang berarti sebagai alternatif dalam mengatasi masalah penelitian melalui prosedur ilmiah.
Penelitian deskriptif tidak hanya terbatas pada masalah pengumpulan dan penyusunan data, tapi juga meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data tersebut. Oleh karena itu, penelitian deskriptif mungkin saja mengambil bentuk penelitian komparatif, yaitu suatu penelitian yang membandingkan satu fenomena atau gejala dengan fenomena atau gejala lain, atau dalam bentuk studi kuantitatif dengan mengadakan klasifikasi, penilaian, menetapkan standar, dan hubungan kedudukan satu unsur dengan unsur yang lain.
Contoh permasalahan penelitian yang tergolong penelitian deskriptif seperti : “Bagaimanakah gambaran kebiaasaan membaca di kalangan mahasiswa ?”, “ Bagaimanakah gambaran jumlah putus sekolah di tingkat sekolah dasar ?”, “Bagaimanakah gambaran pelaksanaan sistem kredit semester di perguruan tinggi ?”.
  1. Ciri – ciri kritik deskriptif adalah :
  2. Memusatkan penyelidikan pada pemecahan masalah aktual atau masalah yang dihadapi pada masa sekarang.
  3. Data yang telah dikumpulkan disusun dan dijelaskan, kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analitik.
  4. Menjelaskan setiap langkah penelitian secara rinci.
  5. Menjelaskan prosedur pengumpulan datanya.
  6. Memberi alasan yang kuat mengapa peneliti menggunakan teknik tertentu dan bukan teknik lainnya.
  7. Penelitian deskriptif memiliki keunikan sebagai berikut :
  8. Penelitian deskriptif menggunakan kuesioner dan wawancara, seringkali memperoleh responden yang sangat sedikit, akibatnya bias dalam membuat kesimpulan.
  9. Penelitian deskriptif yang menggunakan observasi, kadangkala dalam pengumpulan data tidak memperoleh data yang memadai.
  10. Penelitian deskriptif juga memerlukan permasalahan yang harus diidentifikasi dan dirumuskan secara jelas, agar di lapangan peneliti tidak mengalami kesulitan dalam menjaring data yang diperlukan.
Deskriptif mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap bangunan atau kota Lebih bertujuan pada kenyataan bahwa jika kita tahu apa yang sesungguhnya suatu kejadian dan proses kejadiannya maka kita dapat lebih memahami makna bangunan. Lebih dipahami sebagai sebuah landasan untuk memahami bangunan melalui berbagai unsur bentuk yang ditampilkannya Tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau to interprete. Tetapi sekadar metode untuk melihat bangunan sebagaimana apa adanya dan apa yang terjadi di dalamnya. Jenis Metode Kritik Deskriptif :
  • Depictive Criticism (Gambaran Bangunan)
Depictive Criticism (Gambaran Bangunan) merupakan jenis metode dari kritik deskriptif dimana uraian yang dituangkan benar-benar penjabaran dari bentuk fisik bangunan atau kota yang dikritik. Misalnya dari bentuk massa bangunannya, ukuran bangunan, bahan atau material bangunan, warna bangunan, tekstur bangunan, dan lain sebagainya. Depictive Criticism (Gambaran Bangunan) ini dibagi lagi menjadi tiga, yaitu:
  1. Static (secara grafis)
Merupakan metode pengamatan berdasarkan fisik bangunan atau kota dilihat dari satu sudut pandang saja. Atau dapat dikatakan kondisi pengamat berada pada posisi diam.
  1. Dynamic (secara verbal)
Merupakan metode pengamatan berdasarkan fisik bangunan atau kota dilihat dari seluruh sisi bangunan. Atau dapat dikatakan kondisi pengamat berada pada posisi bergerak mengelilingi bangunan atau kota yang dikritik.
  1. Process (secara procedural)
Merupakan metode pengamatan berdasarkan fisik bangunan atau kota dilihat dari proses awal memasuki bangunan, mencapai bagian dalam bangunan, dan akhirnya proses akhir keluar bangunan.
B. Prinsip kritik deskriptif
  1. Memusatkan diri pada masalah actual, masa sekarang atau masa yang sedang terjadi.
  2. Data yang disusun kemudian di tafsirkan dan di analisis.
  3. Variable yang diteliti bisa tunggal atau lebih dari satu variable bahkan bisa juga mendeskripsikan beberapa variable.
  1. Bentuk Dari Kritik Prinsip Kritik Deskriptif
Bentuk dari kritik deskriptif bertujuan untuk menerangkan atau menggambarkan masalah penelitian yang sedang terjadi berdsarkan karakterisitk orang, tempat dan waktu.
  1. Variable Orang
Orang sebagai individu mempunyai Variable yang tak terhingga, sehingga untuk mengadakan pengamatan terhadap semua variable tersebut sangat tidak mungkin. Beberapa variable utama yang dpat digunakan sebagai indicator untuk mengidentifikasikan seseorang diantaranya adalah : umur, jenis kelamin, etnis, pendidikan, status ekonomi, dll.
  1. Bariabel Tempat
Faktor tempat atau distribusi geografi memegang peranan yang sangat penting dalam penelitian, karena dalam geografis yang berbeda akan berbeda pula pola permasalahan yang dihadapinya.
  1. Variable Waktu
Variable waktu sangan berpengaruh terhadap hasil penelitian, misalnya suatu survey yang dilakukan pada waktu dan musim yang dapat menghasilkan pola yang berbeda. Perubahan waktu yang dapat perhatian antara lain : variasi siklik, variasi musim, dan variasi random.
D. Teknik Dalam Kritik Deskriptif
Secara singkat dapat diketahui terdapat beberapa langkah-langkah dalama metode penelitian deskriptif, yakni 1) Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan melalui metode deskriptif; 2) Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas; 3) Menentukan tujuan dan manfaat penelitian; 4) melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan; 5) menentukan kerangka berfikir dan pertanyaan penelitian dan atau hipotesis penelitian; 6) mendesain metode penelitian yang hendak digunakan termasuk menentukan populasi, sampel, teknik sampling, instrument pengumpulan data, dan menganalisis data; 7) mengumpulkan, mengorganisasi, dan menganalisis data dengan menggunakan teknik statistik yang relevan; dan 8) membuat laporan penelitian. Untuk lebih rincinya, Nazir (1988: 73-74) mengungkapakan terdapat berbagai langkah yang sering diikuti adalah sebagai berikut:
Memilih dan merumuskan masalah yang menghendaki konsepsi ada kegunaan masalah tersebut serta dapat diselidiki dengan sumber yang ada
Menentukan tujuan dari penelitian yang akan dikerjakan. Tujuan dari penelitian harus konsisten dengan rumusan dan definisi dari masalah. Memberikan limitasi dari area atau scope atau sejauh mana penelitian deskriptif tersebut akan dilaksanakan. Termasuk di dalamnya daerah geografis di mana penelitian akan dilakukan, batasan-batasan kronologis, ukuran tentang dalam dangkal serta sebarapa utuh daerah penelitian tersebut akan dijangkau. Membuat laporan penelitian dengan cara ilmiah https://idtesis.com/metode-deskriptif/
Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakukan khusus terhadap peristiwa tersebut. Variabel yang diteliti bisa tunggal (satu variabel) bisa juga lebih dan satu variabel. Penelitian deskriptif sesuai karakteristiknya memiliki langkah-langkah tertentu dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Perumusan masalah
Metode penelitian manapun harus diawali dengan adanya masalah, yakni pengajuan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang jawabannya harus dicari menggunakan data dari lapangan. Pertanyaan masalah mengandung variabel-variabel yang menjadi kajian dalam studi ini. Dalam penelitian deskriptif peneliti dapat menentukan status variabel atau mempelajari hubungan antara variabel.
  1. Menentukan jenis informasi yang diperlukan
Dalam hal ini peneliti perlu menetapkan informasi apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan atau masalah yang telah dirumuskan. Apakah informasi kuantitatif ataukah kualitatif. Informasi kuantitatif berkenaan dengandata atau informasi dalam bentuk bilangan/angka seperti.
  1. Menentukan prosedur pengumpulan data
Ada banyak pengertian tentang data, secara sederhana data adalah keterangan tentang sesuatu dan pengolahan data adalah proses operasi sistematis terhadap data. Selama operasi, (misal kalkulasi atau operasi logika) sedang berlangsung, data disimpan sementara dalam prosesor. Ada dua unsur penelitian yang diperlukan, yakni instrumen atau alat pengumpul data dansumber data atau sampel yakni dari mana informasi itu sebaiknya diperoleh. Dalam penelitian ada sejumlah alat pengumpul data antara 41 lain tes, wawancara, observasi, kuesioner, sosiometri. Alat-alat tersebut lazim digunakan dalam penelitian deskriptif  misalnya, untuk memperoleh informasi mengenai langkah-langkah guru mengajar, alat atau instrumen yang tepat digunakan adalah observasi atau pengamatan. Cara lain yang mungkin dipakai adalah wawancara dengan guru mengenai langkah-langkah mengajar. Agar diperoleh sampel yang jelas, permasalahan penelitian harus dirumuskan sekhusus mungkin sehingga memberikan arah yang pasti terhadap instrumen dan sumber data.
  1. Menentukan prosedur pengolahan informasi atau data
Data dan informasi yang telah diperoleh dengan instrumen yang dipilih dan sumber data atau sampel tertentu masih merupakan informasi atau data kasar. Informasi dan data tersebut perlu diolah agar dapat dijadikan bahan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Setiap penelitian tentu ada pengolahan data begitu juga dengan penelitian deskriptif yang biasanya pengolahan datanya dipergunakan dengan tujuan penelitiannnya untuk penjajagan atau pendahuluan,  tidak untuk menarik kesimpulan, hanya memberikan gambaran/ deskripsi tentang data yang ada. Proses pengolahan datanya biasanya menggunakan statistik deskriptif atau statistik inferensial. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Penelitian yang dilakukan pada populasi jelas akan mengunakan statistik deskriptif dalam analisisnya, tetapi bila penelitian dilakukan pada sampel maka analisisnya dapat menggunakan statistik dekriptif maupun inferensial. Statistik deskriptif dapat digunakan bila peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel dan tidak ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sampel diambil (Sugiyono, 2010:209). Statistik inferensial adalah tehnik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Statistik ini akan cocok digunakan bila sampel diambil dari populasi yang jelas, dan teknik pengambilan sample dari populasi itu dilakukan secara random (Sugiyono, 2010:209).
  1. Menarik kesimpulan penelitian
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian deskriptif dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dan mensintesiskan semua jawaban tersebut dalam satu kesimpulan yang merangkum permasalahan penelitian secara keseluruhan. Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan sobjek yang diteliti secara tepat. Sehingga kesimpulan yang dibuat juga berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan. Dalam perkembangan akhir-akhir ini, metode penelitian deskriptif juga banyak di lakukan oleh para peneliti karena dua alasan. Pertama, dari pengamatan empiris didapat bahwa sebagian besar laporan penelitian dilakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua, metode deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia. Berhubungan dengan hal tersebut penguasaan materi tentang pengolahan data deskriptif sangat penting untuk dipelajari dan dikaji secara saksama untuk memantapkan hasil penelitian nantinya.
E. Kelebihan dan Kekurangan Kritik Deskriptif
  1. Kelebihan
  • Relatif mudah dilaksanakan
  • Tidak membutuhkan kelompok kontril atau pebanding
  • Diperoleh banyak informasi penting
  1. Kekurangan
  • Pengmatan pada satu subyek hanya satu kali sehingga tidak diketahui perubahan – perubahan yang terjadi berjalannya waktu.
  • Tidak dapat menemukan sebab dan akibat.



KRITIK INTERPRTIF
  1. Definisi Kritik Interpretif
            Karakteristik utama kritik interpretif adalah kritikus dengan metode sangat personal. Tindakannya bagaikan sebagai seorang interpreter atau pengamat tidak mengklaim satu doktrin, sistem, tipe atau ukuran sebagaimana yang terdapat pada kritik normatif. Kritik Interpretif punya kecenderungan karakteristik sebagai berikut :
  • Bentuk kritik cenderung subjektif namun tanpa ditunggangi oleh klaim doktrin, klaim objektifitas melalui pengukuran yang terevaluasi.
  • Kritikus melalui kesan yang dirasakannya terhadap sebuah bangunan diungkapkan untuk mempengaruhi pandangan orang lain bisa memandang sebagaimana yang dilihatnya.
  • Menyajikan satu perspektif baru atas satu objek atau satu cara baru memandang bangunan (biasanya perubahan cara pandang dengan “metafor” terhadap bangunan yang kita lihat)
  • Melalui rasa artistiknya disadari atau tidak kritikus mempengaruhi orang lain untuk merasakan sama sebagaimana yang ia alami ketika berhadapan dengan bangunan atau lingkungan kota.
  • Membangun karya “bayangan” yang independen melalui bangunan sebagaimana miliknya, ibarat kendaraan.
Kritik interpretif dibagi dalam tiga metode sebagai berikut yaitu advokasi, evokasi dan impresionis.
  1. Kritik Advokasi
    • Kritik ini tidak diposisikan sebagai penghakiman (judgement) sebagaimana pada Normatif Criticism.
    • Bentuk kritiknya lebih kepada sekadar anjuran yang mencoba bekerja dengan penjelasan lebih terperinci yang kadangkala juga banyak hal yang terlupakan
    • Isi kritik tidak mengarahkan pada upaya yang memandang rendah orang lain
    • Kritikus mencoba menyajikan satu arah topik yang dipandang perlu untuk kita perhatikan secara bersama tentang bangunan
    • Kritikus membantu kita melihat manfaat yang telah dihasilkan arsitek melalui bangunannya dan berusaha menemukan pesona yang kita kira hanya sebuah objek menjemukan.
    • Dalam hukum kritik advokasi, kritiknya tercurah terutama pada usaha mengangkat apresiasi pengamat.
  2. Kritik Evokasi
Karakterisitik
  • Evoke : menimbulkan, membangkitkan
  • Ungkapan sebagai pengganti cara kita mencintai bangunan
  • Menggugah pemahaman intelektual kita atas makna yang dikandung bangunan
  • Membangkitkan emosi rasa kita dalam memperlakukan bangunan
  • Kritik evokatif tidak perlu menyajikan argumentasi rasional dalam menilai bangunan
  • Kritik evokatif tidak dilihat dalam konteks benar atau salah tetapi makna yang terungkap dan penglaman ruang yang dirasakan.
  • Mendorong orang lain untuk turut membangkitkan emosi yang serupa sebagaimana dirasakan kritikus
  • Kritik evokatif disampaikan dalam bentuk : naratif dan fotografi
  1. Kritik Impresionis
Karakteristik
  • Seniman mereproduksi karyanya sendiri atau orang lain dengan konsekuensi adanya kejemuan, sedang kritik selalu berubah dan berkembang. Impresi terhadap karya mempengaruhi perancang untuk membuat perubahan dan perkembangan dalam karya-karya berikutnya.
  • Kritik impressionis adakalanya dipandang sebagai parasit karena seringkali menggunakan karya seni atau bangunan sebagai dasar bagi pembentukan karya keseniannya. Karya yang telah ada menjadi kendaraan untuk menghasilan karya seni lain melalui berbagai metode penyajian.
  • Karya yang asli berjasa bagi kritik sebagai area eksplorasi karya-karya baru yang berbeda. Begitu juga sebaliknya kritik akan membaerikan impresi bagi pengkayaan rasa, pengalaman dan apresiasi terhadap perkembangan teoritik ke depan.
  • Kecantikan, memberi kepada penciptaan unsur yang universal dan estetik, menjadikan kritikus sebagai kreator, dan menghembuskan ribuan benda yang berbeda yang belum pernah hadir dalam benaknya, yang kemudian terukir pada patung-patung, terlukis pada panel-panel dan terbenam dalam permata-permata.
  • Kritik Impresionistik dapat berbentuk :
            Verbal Discourse                  : Narasi verbal puisi atau prosa
            Caligramme                          : Paduan kata yang membentuk silhouette
            Painting                                : Lukisan
            Photo image                         : Imagi foto
            Modification of Building        : Modifikasi bangunan
Keuntungan
  • Menggugah imaji tentang fakta menjadi lebih bermakna
  • Dengan cepat membuat pengamat menduga-duga sesuatu yang lain lebih dari sekadar sebuah bangunan fisik
  • Menggiring pengamat untuk lebih seksama melihat sebuah karya seni
  • Mampu membangkitkan analisis objek yang sebelumnya tampak sulit atau sebaliknya membuat kompleks yang sebelumnya tampak sederhana
  • Membuat lingkungan lebih terlihat dan mudah diingat