Rangkuman Tugas I,II, dan III
RANGKUMAN TUGAS I,II dan III
·
TUGAS I Arsitek Berwawasan Lingkungan
MASALAH DAN DILEMA PERKEMBANGAN RUKO DALAM ARSITEKTUR LINGKUNGAN
PERKOTAAN DAN PERMUKIMAN
Mengamati pertumbuhan rumah toko ( ruko , shophouse ) di
JABOTABEK belakangan ini memberikan gambaran yang menarik . Didalamnya terlihat
adanya aktifitas kota yang selalu ada dari sejak Jakarta masih kuno sehingga sampai
sekarang . Tanpa memperhatikan bentuk bangunan tempat terjadinya aktifitas itu
terlihat jelas terdapatnya dua aktifitas yang manusiawi sekali untuk komunitas
kota . Perencanaan kota terkadang dari sejak semula telah mengakomodir bentuk bangunan
untuk urutan pertumbuhan yang terakhir , yakni bangunan rumah toko yang lantai
bawah untuk dagang ( atau dalam kata lain yang bercakupan lebih luas disebut
untuk usaha) dan lantai atas untuk hunian baik2 lapis atau lebih apabila persil
– persil tersebut berada pada sisi jalan yang direncanakan untuk kelebaran
tertentu . Sedangkan pertumbuhan yang sifatnya secara ekonomi alamiah tidak selalu
diartikan sebagai perkembangan rumah toko, namun merupakan perkembangan rumah
dengan aktifitas ekonomi di dalamnya (home industry, home business dsb ) serta
terjadi pada bangunan – bangunan rumah diareal perumahan
Masalahnya sekarang adalahkecenderungan itu masih terjadi
dan Masalah dan Dilema Perkembangan Ruko Dalam
ArsitekturLingkungan Perkotaan dan Permukiman Di Kawasan Jakarta dan sekitarnya
mungkin akan terus terjadi pada kota – kota kita khususnya Jakarta .
Disini
hanya dikemukakan berbagai permasalahan lingkungan yang timbul dari adanya
perkembangan ruko di Jakarta dan sekitarnya . Sekarang RUKO sudah merupakan
sebuah wabah yang melanda kota – kota besar di Indonesia . Keberadaan RUKO tidak
menjadi masalah selama
bangunan
itu berdiri terpencar dalam satu lingkungan . Gangguan – gangguan baru timbul
jika ruko – ruko terkonsentrasi di satu tempat di tengah – tengah lingkungan
yang semula tidak direncanakan untuk jenis bangunan semacam itu . Dampak
negatif-nya yang paling menonjol adalah , kemacetan lalu lintas , penurunan
keamanan , peningkatan kejorokan dan pencemaran visual lainnya . Contoh
contohnya dapat kita jumpai diseluruh pelosok kota Jakarta .Suatu permukiman
bukanlah hanya mengandung arti sebagai suatu tempat tinggal , tetapi merupakan
suatu satuan yang kompleks yang melibatkan berbagai unsur – unsur kebudayaan
yang mewujudkan bukan hanya kegiatan –kegiatan biologis saja tetapi juga
berbagai kegiatan social , ekonomi , politik .agama dan sebagainya . Suatu
permukiman dapat dilihat sebagai suatu dunia
tersendiri
dimana warganya menemukan identitas mereka, merasa aman , nyaman , merasa
sebagai makhluk sosial . Kemajuan jaman menuntut manusia kepada tuntutan
kehidupan yang lebih efektif , efisien dan praktis . Hal ini mendorong
berkembangnya ruko di seluruh penjuru dunia sebagai alternative hunian yang
dengan kesederhanaan dan kepraktisannya dapat menampung segala aktifitas dengan
skala ekonomi kecil , adanya efisiensi waktu dengan adanya percampuran
fungsi hunian dan kerja , dengan efisiensi lahan dan kemudahan pembangunannya .
Metode
Penelitian
Fokus
Penelitian Diarahkan untuk mengetahui sejauh mana bangunan Rumah Toko di kawasan
Jakarta memilki nilai falsafah arsitektur yang masih dipertahankan dalam
perkembangan arsitektur Indonesia yang terus mengarah ke modern . Sedangkan
untuk melihat perkembangan aspek desain Rumah Toko Kuno hingga ke bentuk yang
lebih Modern dipergunakan Metode Fenomenologi karena akan dapat mengungkapkan
ke ingintahuan peneliti berdasarkan fenomena yang terjadi di masyarakat .
Objek
Penelitian
Bangunan
Rumah Toko yang mulai mengalami perubahan nilai degradasi dari segi estetika
dan fungsi sehingga ” mencemari “ lingkungan sekitarnya dengan penggunaan
elemen dekorasi warna dan penempatan yang tidak terencana dengan baik sehingga
menimbulkan menurunnya “nilai” dan kualitas dari lingkungan permukiman yang
berada di sekitar area ruko tersebut.
·
TUGAS II Prinsip Prinsip Ilmu Ekologi dalam Perancangan
Pendekatan Ekologi pada Rancangan Arsitektur,
sebagai upaya mengurangi Pemanasan Global.
1.
Latar belakang.
Dalam alam, mahluk
hidup akan bersuksesi dalam ekosistimnya dan berupaya mencapai kondisi yang
stabil hingga klimaks. Kondisi stabil dan klimaks terjadi bila hubungan timbal
balik antara mahluk hidup dan
lingkungannya berjalan dengan mulus, yaitu berarti semua kebutuhan hidupnya
terpenuhi. Manusia sebagai mahluk hidup juga merupakan ekosistim yang
bersuksesi dan ingin hidup stabil dan mencapai klimaks. Populasi manusia
meningkat dengan cepat disertai dengan kemanjuan teknologi yang meningkat
pesat, maka terjadilah pemanfaatan sumber daya alam secara besar-besaran dengan
teknologi yang paling ekonomis, sehingga menimbulkan dampak yang tidak semuanya
bisa diterima oleh alam. Kepadatan dan pertumbuhan penduduk membuat kebutuhan
pangan dan lahan menjadi meningkat dan berakibat pada kerusakan alam dan hutan.
Di Indonesia, menurut data dari Green Peace, setiap 1 jam kerusakan hutan mencapai
seluas 300 lapangan bola, hal ini merupakan faktor utama meningkatnya laju
emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Padahal hutan merupakan paru-paru bumi dengan
menyerap CO2 dan diolah menjadi O2. Menyusutnya luas hutan membuat konsentrasi
CO2 merupakan salah satu pemicu suhu bumi meningkat. Disamping itu, rusaknya
hutan berarti semua siklus ekosistim yang tergantung pada hutan dan yang terkandung
didalam tanah juga terganggu. Kepadatan penduduk dibumi juga meningkatkan
industri dan transportasi yang menggunakan bahan bakar yang berasal dari sumber
daya alam tak terperbarui dalam jumlah
besar, yaitu energi. Industri dan transportasi mengeluarkan emisi atau gas
buang dari hasil proses pembakaran energi. Emisi dalam jumlah terbesar adalah
CO2 mencapai 80% dari total gas emisi pembakaran bahan bakar. Dari parahnya
kerusakan hutan dan melambungnya emisi dari gas buang dari industri dan
transportasi membuat konsentrasi CO2 menggantung diudara dan menebalkan lapisan
atmosfer, sehingga panas matahari terperangkap dan mengganggu pelepasan panas
bumi keluar atmosfer.
Kondisi ini juga
berakibat pada turunnya hujan yang mengandung asam yang disebut sebagai hujan
asam yang membahayakan kelangsungan mahluk hidup. Dari semua kondisi di bumi
tersebut suhu permukaan bumi meningkat dan menimbulkan efek yang signifikan yaitu perubahan
iklim yang drastis, dan pemanasan global.. Menurut Al-Gore, semenjak revolusi
industri dalam kurun waktu 20 tahun, suhu bumi meningkat 2 derajat, pada tahun
2100 diperkirakam naik sampai 58 derajat. Pemanasan global yang terjadi
diperkirakan dapat mencairkan es di kutub dan naiknya permukaan air laut.
Menurut Green Peace,akibat pemanasan global akan mencairkan es di kutub, yang
diperkirakan pada tahun 2030, sekitar 72 hektar daerah di Jakarta akan digenangi
air. Tahun 2050, kemungkinan 2000 pulau di Indonesia akan tenggelam. Semua
kondisi ini diawali oleh kerusakan ekosistim di alam yang sangat parah, mulai habisnya
sumber daya alam yang tak terperbarui, dan rusaknya sumber daya alam
lainnya.
Kondisi ini merupakan suatu bencana ekologis yang akan
mengancam kualitas hidup manusia karena merupakan penunjang kehidupan manusia. Pemanasan
global yang terjadi akhir-akhir ini tidak dapat hanya dikurangi dengan upaya
penggunaan energi yang efisien saja, tetapi harus ada upaya lain yang berpihak pada
penggunaan sumber daya alamsecara keseluruhan dengan menjaga keberlangsungan sumber daya alam. Kerusakan
alam yang secara ekologis sudah demikian parah, kini sudah saatnya dipikirkan
dengan pendekatan dengan pengertian
kearah
ekologi. Manusia diharapkan menjaga dan memelihara kelestarian alam, pada setiap
kegiatannya terutama yang berkaitan sumber daya alam. Upaya tersebut harus dilakukan
oleh setiap manusia disegala kegiatannya untuk menyelamatkan kualitas alam yang
akan menjamin kualitas hidup manusia Pada setiap rancangan kegiatan manusia termasuk
rancangan bangunan diharapkan juga berpihak pada keselarasan dengan alam, melalui
pemahaman terhadap alam. Pemahaman terhadap alam dengan menggunakan pendekatan
ekologis diharapkan mampu menjaga keseimbangan alam. Demikian pula pada
rancangan bangunan secara arsitektur sangat perlu keselarasan dengan alam
karena secara global bangunan diperkirakan menggunakan 50% sumber daya alam,
40% energi dan 16% air, mengeluarkan emisi CO2 sebanyak 45% dari emisi yang
ada. Rancangan arsitektur juga mengubah tatanan alam menjadi tatanan buatan
manusia dengan sistim-sistim dan siklus-siklis rancangan manusia yang tidak
akan pernahidentik dengn sistim-sistim dan siklus-siklus alam
2.Pemahaman
terhadap Alam.
Dalam lingkungan alam, terdapat berbagai ekosistim dengan
masing-masing siklus hidupnya, dimana siklus hidup setiap makhluk hidup
mempunyai hubungan timbal balik dengan yang organik dan anorganik, demikian
juga dengan manusia. Manusia untuk kelangsungan hidupnya juga membutuhkan penunjang
kehidupaan yang organik dan anorganik. Yang organik adalah semua yang berasal
dari alam dan dapat kembali kealam, tetapi yang menjadi masalah adalah yang anorganik,
yaitu penunjang dalam bentuk fisik, seringkali tidak selaras dengan sistim alamiah.
Ketidak selarasan dengan sistim yang alamiah dapat memicu berbagai macam perubahan
di alam. Oleh karena itu perlu adanya suatu sikap memahami perilaku alam yaitu
memperhatikan bagaimana ekosistim-ekosistim dialam bersuksesi. Sistem-sistem di
alam pada umumnya mempunyai siklus-siklus tertutup dan apabila dari siklus
tersebut mengalami gangguan sampai batas tertentu masih mampu untuk
beradaptasi. Tetapi bila sudah melampau
batas
kemampuan adaptasi, maka akan terjadi perubahan-perubahan,
transformasi dan sebagainya. Perubahan siklus di alam akan berdampak pada
kualitas hidup manusia.
Kebutuhan hidup manusia dalam bentuk fisik seringkali
memanfaatkan sumber daya alam, seperti energi dan bahan bangunan tetapi juga
memberikan dampak yang seringkali tidak dapat diterima oleh alam. Apalagi
dengan jumlah populasi manusia yang berkembang pesat dan kemajuan teknologi yang
makin canggih. Hal ini mempercepat turunya kualitas alam dan rusaknya siklus ekosistim
didalamnya. Dari sekian banyak kebutuhan manusia dalam bentuk fisik salah satunya
adalah bangunan serta sarana dan prasarna sebagai wadah berlindung dan
beraktivitas Bangunan didirikan berdasarkan rancangan yang dibuat oleh manusia
yang seringkali lebih menekankan pada kebutuhan manusia tanpa memperhatikan
dampaknya terhadap alam sekitarnya. Seharusnya manusia sadar betapa pentingnya
kualitas alam sebagai
penunjang
kehidupan, maka setiap kegiatan manusia seharusnya didasarkan pada pemahaman
terhadap alam termasuk pada perancangan arsitektur. Pemahaman terhadap alam
pada rancangan arsitektur adalah upaya untuk menyelaraskan rancangan dengan alam,
yaitu melalui memahami perilaku alam., ramah dan selaras terhadap alam. Keselarasan
dengan alam merupakan upaya pengelolaan dan menjaga kualitas tanah, air dan
udara dari berbagai kegiatan manusia, agar siklus-siklus tertutup yang ada pada
setiap ekosistim, kecuali energi tetap berjalan untuk mengha
silkan
sumber daya alam. Manusia harus dapat bersikap transenden dalam mengelola alam,
dan menyadari bahwa hidupnya berada secara imanen dialam. Akibat kegiatan atau
perubahan pada kondisi alamiah akan berdampak pada siklus-siklus
di alam. Hal ini dimungkinkan adanya perubahan dan transformasi pada sumber daya
alam yang dapat bedampak pada kelangsungan hidup manusia Pemikiran rancangan
arsitektur yang menekankan pada ekologi, ramah terhadap alam, tidak boleh
menghasilkan bangunan fisik yang membahayakan siklus-siklus tertutup dari
ekositim sebagai sumber daya yang ada ditanah, air dan udara. Didalam ranah
arsitektur ada pula konsep arsitektur yang menyelaraskan dengan alam melalui
menonjolkan dan melestarikan potensi, kondisi dan sosial budaya setempat atau lokalitas,
disebut dengan arsitektur vernacular. Pada konsep ini rancangan bangunan juga menyelaraskan
dengan alam, melalui bentuk bangunan, struktur bangunan, penggunaan material
setempat, dan sistim utilitas bangunan yang alamiah serta kesesuaian terhadap iklim
setempat. Sehingga dapat dikatakan arsitektur vernacular, secara tidak langsung
juga menggunakan pendekatan ekologi. Menurut Anselm (2006), bahwa arsitektur vernacular
lebih menonjolkan pada tradisi, sosialbudaya
masyarakat sebagai ukuran kenyamanan manusia.
Oleh karena itu arsitektur vernacular mempunyai bentuk atau style yang sama
disuatu tempat tetapi berbeda dengan ditempat yang lain, sesuai tradisi dan sosial
budaya masyarakatnya. Contohnya rumah-rumah Jawa dengan bentuk atap yang tinggi
dan bangunan yang terbukauntuk mengatasi iklim setempat dan sesuai dengan budaya
yang ada, kayu sebagai material setempat dan sedikit meneruskan radiasi matahari.
Arsitektur vernacular keselarasan terhadap alam sudah teruji dalam kurun waktu
yang
lama,
sehingga sudah terjadi keselarasan terhadap alam sekitarnya. Pada arsitektur vernacular,
wujud bangunan dan keselarasan terhadap alam lahir dari konsep social dan budaya
setempat.
·
TUGAS III Bangunan Hemat Energi
RUMAH TROPIS HEMAT ENERGI
BENTUK KEPEDULIAN GLOBAL WARMING
Salah satu
penyebab pemanasan global adalah peningkatan emisi CO2 di atmosfer. Kondisi
semacam ini membuat bumi semakin panas dan mempengaruhi keseimbangan kehidupan
di masa yang akan datang, es di kutub mencair, permukaan air laut naik hingga
terciptanya badai angin dan sederetan bencana di masa datang. Membiarkan
kondisi lingkungan seperti itu, berarti kita siap menelantarkan masa depan
anak-anak dan cucu kita kelak dengan warisan lingkungan yang semakin jelek.
Pemakaian
listrik dari pembangkit berbahan bakar fosil menjadi salah satu penyebab
Pemanasan
Global tersebut, karena menambah
peningkatan emisi CO2. Bangunan yang didisain dengan tidak memperhitungkan
pemakaian listrik berkonstribusi terhadap perusakan lingkungan, padahal
kebutuhan listrik tak bisa dihindari bila kondisi udara di luar semakin panas.
Pengaruh iklim luar tersebut tertransmisi kedalam bangunan rumah tinggal dan
menyebabkan beban pendinginan semakin besar. 40-50% energi listrik dalam rumah
tinggal dibutuhkan untuk
proses pendinginan (Air
Conditioner), prosentase ini akan semakin meningkat bila iklim luar semakin jelek.
Usaha
penghematan listrik pada skala bangunan, paling mudah diterapkan pada skala
rumah tinggal dengan mentraitment konfigurasi arsitekturalnya, karena 80%
penyebab beban panas yang berasal dari luar dengan mempertimbangkan kembali
disain sistem penerangan dan
Pendinginan
hingga disain kulit bangunan. Tercapai 70% pengurangan konsumsi listrik dari pensimulasian
antara model rumah yang respond dan tidak respond terhadap lingkungan. Dan
lebih berhemat 30%-40% lagi bila rumah melibatkan unsur tanaman dan air.
Penelitian
ini menegaskan, bahwa dari skala rumah tinggal sekalipun, terutama aspek
Pemakaian energi listrik dan disain
rancangannya, berkonstribusi keperdulian dampak pemanasan global yang mendunia.
“Lestarikan bumiku, kumulai dari rumah tinggalku
Referensi: http://finifio.wordpress.com