5. MANUSIA DAN KEADILAN
A. Pengertian Keadilan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata adil berarti tidak berat sebelah
atau tidak memihak atau sewenang-wenang, sehingga keadilan mengandung
pengertian sebagai suatu hal yang tidak berat sebelah atau tidak memihak atau
sewenang-wenang.
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban.
Jika kita mengakui hak hidup kita, maka sebaliknya kita wajib mempertahankan
hak hidup dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Hal ini disebabkan
oleh karena orang lain pun mempunyai hak hidup seperti kita. Jika kita pun
mengakui hak hidup orang lain, kita wajib memberikan kesempatan kepada orang
lain untuk mempertahankan hak hidupmereka sendiri.jadi, keadilan pada pokoknya
terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak, dan
menjalankan kewajiban.
Dalam bukunya M. Munandar sulaiman, menyatakan pengertian keadilan menurut
beberapa teori antara lain :
Menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan
diartiakan sebagai titik tengah diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu
banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang atau
benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan,
maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau
tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang tidak sama,
sedangkan pelangggaran terhadap proporsi tersebut disebut tidak adil.
Menurut Plato merupakan proyeksi pada diri manusia sehingga orang yang
dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaanya dikendalikan
oleh akal .
Menurut Socrates merupakan proyeksi pada pemerintah karena pemerintah adaklah
pimpinan pokok yang menetukan dinamika masyarakat .
Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila
ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan
kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilainilai tertentu yang sudah
diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan
dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada
keharmonisan menuntuk hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain,
keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya
dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
B. Keadilan Sosial
Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia” menulis sebagai berikut ” keadilan sosial adalah langkah yang
menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur.” Selanjutnya
diuraikan bahwa pars pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita-cita
keadilan sosial dalam bidang ekonomi ialah dapat mencapai kemakmuran yang
merata. Langkah-langkah menuju kemakmuran yang merata diuraikan secara
terperinci.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap
yang perlu dipupuk, yakni :
1)
Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
2) Sikap
adil terhadap sesama, menjaaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta
menghormati hak-hak orang lain.
3) Sikap
suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
4) Sikap
suka bekerja keras.
5) Sikap
menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam
berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan,
yaitu : 1) pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan,
sandang dan perumahan. (2) pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
(3) pemerataan pembagian pendapataan (4) pemerataan kesempatan kerja. (5)
pemerataan kesempatan berusaha (6) pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam
pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita. (7) pemerataan
penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air. (8) pemerataan kesempatan
memperoleh keadilan.
C. Berbagai Macam Keadilan
1. Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat
bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang
rnembuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang
mcnjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasamya paling cocok baginya (Tha man
behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan, Sunoto
menycbutnya keadilan legal.
Keadilan timbul
karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada
bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam
masyarakt bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik
menurut kemampuannya.
2. Keadilan
Distributif
Aristoles berpendapat
bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara
sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sarna (justice is done when
equals are treated equally). Sebagai contoh, Ali bekerja 10 tahun dan Budi
bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan
Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan larnanya bekerja.
3. Keadilan Komutatif
Keadilan ini
bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan urnurn. Bagi Aristoteles
pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam
masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan
dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
D. Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati
nuraninya apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang
kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga
berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa
apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti
juga menepati janji atau kesanggupan yang terlempir malalui kata-kata ataupun
yang masih terkandung dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan
niat. Seseorang yang tidak menepati niatnya berarti mendustai diri sendiri.
Apabila niat telah terlahir dalam kata-kata, padahal tidak ditepati, maka
kebohongannya disaksikan orang lain. Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap
orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang keadilan mununtut kemuliaan
abadi, jujur memberikan keberaniaan dan ketentraman hati, serta menyucikan lagi
pula membuat luhumya budi pekerti. Seseorang mustahil dapat memeluk agama
dengan sernpuma, apabila lidahnya tidak suci. Teguhlah pada kebenaran,
sekalipun kejujuran dapat merugikanmu, serta jangan pula bcrdusta, walaupun
dustamu dapat menguntungkanmu. Barangsiapa berkata jujur serta bcrtindak scsuai
dcngan kenyataan, artinya orang itu berbuat benar.
Orang
bodoh yang jujur adalah lebih baik daripada orang pandai yang lancung.
Barangsiapa tidak dapat dipercaya tutur katanya. atau tidak menepati janji dan
kesanggupannya, termasuk golongan orang munafik sehingga tidak menerima belas
kasihan Tuhan.
Nilai Kejujuran atau
Amanah adalah salah satu dari lima nilai Moral Islam. Setiap manusia setidaknya
terikat satu perjanjian dengan Penciptanya untuk tidak menyembah Iblis (QS
Yaasiin 36:60). Namun manusia dapat membuat perjanjian tambahan yaitu berjuang
di jalan Allah (QS At-Taubah 9:111). Perjanjian tersebut wajib dipenuhi.
E. Kecurangan
Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama
pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai
lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati
nuraninya. Atau, orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud
memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha? Sudah tentu keuntungan itu
diperoleh dengan tidak wajar. Yang dimaksud dengan keuntungan di sini adalah
keuntungan, yang berupa materi. Mereka yang berbuat curang menganggap akan
mendatangkan kesenangan atau keenakan, meskipun orang lain menderita karenanya.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah. tamak, ingin menimbun kekayaan
yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat,
paling kaya dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Orang
seperti itu biasanya tidak senang bila ada yang melebihi kekayaannya. Padahal
agama apapun tidak membenarkan orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya
tanpa menghiraukan orang lain, lebih lagi mengumpulkan harta dengan jalan
curang. Hal semacam itu dalam istilah agama tidak diridhoi Tuhan.
Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia
dengan alam sekitar. Ada empat aspek yaitu ekonomi, aspek budaya, aspek peradaban,
dan aspek teknik. Apabila ke empat aspek tersebut di laksanakan secara wajar,
maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum.
Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah di gerogoti jiwa tamak, iri,
dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan
jadilah kecurangan.
F.
Perhitungan (HISAB) dan Pembalasan
Pengertian
hisab disini adalah, peristiwa Allah menampakkan kepada manusia amalan mereka
di dunia dan menetapkannya. Atau Allah mengingatkan dan memberitahukan kepada
manusia tentang amalan kebaikan dan keburukan yang telah mereka lakukan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, Allah akan menghisab seluruh makhluk
dan berkhalwat kepada seorang mukmin, lalu menetapkan dosa-dosanya. Syaikh
Shalih Ali Syaikh mengomentari pandangan ini dengan menyatakan, bahwa inilah
makna al muhasabah (proses hisab). Demikian juga Syaikh Ibnu Utsaimin
menyatakan, muhasabah adalah proses manusia melihat amalan mereka pada hari
Kiamat.
Hisab Menurut Istilah Aqidah Memiliki Dua Pengertian :
Pertama : Al ‘Aradh (pemaparan). Juga
demiliki mempunyai dua pengertian juga.
- Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allah dalam keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup orang yang dimunaqasyah hisabnya dan yang tidak dihisab.
- Pemaparan amalan maksiat kaum Mukminin kepada mereka, penetapannya, merahasiakan (tidak dibuka dihadapan orang lain) dan pengampunan Allah atasnya. Hisab demikian ini dinamakan hisab yang ringan (hisab yasir) .
Kedua : Munaqasyah, dan inilah yang
dinamakan hisab (perhitungan) antara kebaikan dan keburukan . Untuk itulah
Syaikhul Islam menyatakan, hisab, dapat dimaksudkan sebagai perhitungan antara
amal kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya terkandung pengertian
munaqasyah. Juga dimaksukan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan
amalan terhadap pelakunya.
Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam menyatakan di dalam sabdanya:
مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ
Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam menyatakan di dalam sabdanya:
مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ
“Barangsiapa yang dihisab, maka ia
tersiksa”. Aisyah bertanya,”Bukankah Allah telah berfirman ‘maka ia akan
diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah”. Maka Rasulullah Shallallahu
’alaihi wa sallam menjawab: “Hal itu adalah al ‘aradh. Namun barangsiapa yang
dimunaqasyah hisabnya, maka ia akan binasa”. [Muttafaqun ‘alaihi]
Hisab pasti ada
Kepastian adanya hisab ini telah
dijelaskan di dalam al Qur`an dan Sunnah. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
"Adapun orang yang diberikan
kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang
mudah", [al Insyiqaq / 84 : 7-8].
"Adapun orang yang diberikan
kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”. Dan dia akan
masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)". [al Insyiqaq / 84:10-12]
"Sesungguhnya kepada Kami-lah
kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab
mereka". [al Ghasyiyah / 88 : 25-26]
"Pada hari ini, tiap-tiap jiwa
diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada
hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya". [al Mu’min / 40 : 17]
Sedangkan dalil dari Sunnah Rasulullah
Shallallahu ’alaihi wa sallam, di antaranya hadits yang diriwayatkan Imam
Muslim dari Aisyah, dari Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam, beliau
berkata:
لَيْسَ
أَحَدٌ يُحَاسَبُ
إِلَّا هَلَكَ قُلْتُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ
أَلَيْسَ
اللَّهُ
يَقُولُ
حِسَابًا
يَسِيرًا
قَالَ ذَاكِ الْعَرْضُ
وَلَكِنْ
مَنْ نُوقِشَ
الْحِسَابَ
هَلَكَ
“Tidak ada seorangpun yang dihisab
kecuali binasa,” Aku (Aisyah) bertanya,”Wahai Rasulullah, bukankah Allah
berfirman ‘pemeriksaan yang mudah’?” Beliau menjawab,”Itu adalah al aradh,
namun barangsiapa yang diperiksa hisabnya, maka binasa”.
Imam Ibnu Abil Izz (wafat tahun 792 H)
menjelaskan, makna hadits ini adalah, seandainya Allah memeriksa dengan
menghitung amal kebajikan dan keburukan dalam hisab hambaNya, tentulah akan
mengadzab mereka dalam keadaan tidak menzhalimi mereka sedikitpun, namun Allah
memaafkan dan mengampuninya.
Demikian juga umat Islam, sepakat atas
hal ini. Sehingga apabila seseorang mengingkari hisab, maka ia telah berbuat
kufur, dan pelakunya sama dengan pengingkar hari kebangkitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar